Rabu, 11 November 2015

Membangun Hidup: Ikan Ingin Menjadi Bima

Membangun Hidup
Ikan Ingin Menjadi Bima

Pertemuan ke-8 kuliah Filsafat Ilmu ini dilaksanakan pada tanggal 5 November 2015 pukul 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Pak Marsigit.

Berbeda dengan pertemuan sebelumnya ketika Bapak memberikan 50 nomor kuis, pada pertemuan ini, Pak Marsigit menerangkan tentang struktur filsafat. Sambil menunggu papan tulis, Bapak berbincang-bincang sedikit tentang banyak hal, mulai dari facebook, hasil refleksi mahasiswa, plagiarisme, metode meluk gunung –yaitu metode mencari ilmu dari berbagai arah-  dikaitkan dengan elegi Pak Marsigit. Bagaimana berfilsafat bukan sekedar bersyukur, tapi juga berefleksi. 

Objek filsafat itu ada dua, yakni yang ada dan yang mungkin ada. Punya sifat bermilyar pangkat semilyar pun belum selesai aku menyebutkannya, karena sifat itu berstruktur, berdimensi. Maka manusia sifatnya terbatas, tidak sempurna. Tidak mampu memikirkan semua sifat, tapi sebagian. Oleh karena itu manusia melakukan reduksi yang bertujuan untuk membangun dunia pengetahuan. Yang direduksi dari sifat filsafat yaitu, tetap dan berubah. Kalau hanya berubah hanya separuh dunia. Separuh lagi bersifat tetaap. Buktinya sejak lahir, sekarang, dulu sampai mati pun aku tetap ciptaan. Jika hanya tesis saja, tidak akan harmonis dan sehat. Harus ada interaksi antara yang tetap dan yang berubah. Itulah sebenar-benar hidup.

Yang tetap itu tokohnya Permenides, yang berubah Heraklitos. Yang itu bersifat ideal, tokohnya Plato. Sedangkan  yang berubah bersifat realis, tokohnya Aristoteles. Tetap dan ideal itu salah satu sifat daripada pikiran. Berubah atau realis adalah salah satu sifat dari pengalaman atau berada di luar pikiran. Pikiran menghasilkan aksioma, sedangkan realis menghasilkan kenyataan. Benarnya kenyataan, tetap, aksioma, pikiran, ideal itu adalah konsisten. Benarnya realis, berubah, pengalaman itu adalah korespondensi atau kecocokan.

Idealisme kalau diteruskan ke atas menjadi transenden, masuk aliran filsafat idealisme dengan tokoh Plato. Dunia bawah masuk aliran filsafat realisme dengan tokoh Aristoteles. Korespondensi, konsisten atau koheren itu sifat matematika untuk orang dewasa atau matematika murni. Di dunia bawah adalah matematika untuk anak-anak atau matematika sekolah. Sebagai contoh: seni adalah ilmu bagi orang dewasa, tapi bagi anak-anak seni adalah aktivitas. Beri kepada anak kegiatan yang menarik dan menyenangkan sebagai pengalaman.

Dari transendentalisme, apabila dinaikkan menjadi spiritual. Ke atas menjadi kebenaran tunggal, dan ke bawah kebenaran plural. Tunggal itu mono, sehingga muncul aliran monoisme, sedangkan plural masuk ke dalam aliran pluralisme. Manusia di dunia bersifat plural. Dalam dunia atas, atau idealis transendental, berlaku prinsip identitas, yaitu A=A. Hal tersebut hanya benar ketika berada dalam pikiran. Dalam dunia bawah, berlaku prinsip kontradiksi atau AA. Ada A yang pertama, ada A yang kedua.Dunia bawah terikat ruang dan waktu, dunia atas terbebas ruang dan waktu.

Kemudian dari dunia atas dikembangkan logika sehingga lahirlah logisme, tokohnya adalah Russel, ilmunya bersifat Formal sehingga lahirlah Formalisme tokohnya Hilbert. Kemudian dari dunia atas lahirlah rasionalisme tokohnya  dan dari pengalaman lahirlah empirisme Herbert Album, tokohnya bla. Kira-kira menuju tahun 1671.

Dari transenden, kebenarannya bersifat absolut sehingga lahirlah absolutisme. Di dunia bawah bersifat relatif sehingga lahirlah relativisme. Begitulah, filsafat itu tergantung obyeknya. Dan semuanya itu terjadi dalam diri kita masing-masing secara mikro. Makronya adalah ketika kita membaca buku Rene Descartes. Jadi hidup itu adalah interaksi antara makro dan mikro.

Yang namanya logika itu bersifat konsisten, dalam filsafat disebut analitik. Analitik itu yang penting konsisten dari yang satu terhadap yang lain. Berarti secara hukumnya atau konseptual mempunyai aksioma/postulat. Yang memiliki postulat adalah subyeknya atau dewanya. Yang di bawah bersifat sintetik. Hukumnya sebab-akibat, hubungan antar benda. Logika itu bersifat apriori sedangkan pengalaman bersifat aposteriori, contohnya dokter hewan yang ingin mengobati sapi. Aposteriori itu paham setelah melihat bendanya. Apriori dicontohkan oleh dokter yang mengobati via telepon, menggunakan logika, konsisten teori satu dengan yang lain tanpa melihat langsung.

Pada sekitar tahun 1671, semua paham tersebut didamaikan oleh Imannuel Kant. Antara satu dengan lainnya tidak bisa saling mengabaikan. Unsur pikiran adalah analitik apriori, unsur daripada pengalaman adalah sintetik aposteriori. Dari pikiran diambil apriori, dari pengalaman diambil sintetiknya sehingga seimbang menjadi sintetik apriori. Itulah sebenar-benar ilmu.

Dewa tahu banyak tentang anak, tetapi anak tahu sedikit tentang dewa. Jadi, ketika dewa ingin mendidik anak, harus melepaskan dulu ke-dewa-annya supaya tidak menakut-nakuti anak. Maka dari itu, dewa kalau turun ke bumi menjelma menjadi manusia biasa. Itulah gambaran seorang guru yang harus berperan dengan baik sesuai dengan dunia anak-anak. Berikan anak sebuah contoh untuk menggambarkan definisi. Dari dunia atas lahirlah ilmu-ilmu murni. Dari dunia bawah lahirlah sosial, ilmu budaya, humaniora.

Sampai disitu, bertemulah bendungan Compte. Segala macam persoalan mulai di situ. Compte berpendapat bahwa agama tidak bisa dipakai untuk membangun dunia karena tidak logis, irasional. Apabila ingin membangun dunia, kita harus memakai metode positivisme atau dikenal dengan metode saintifik. Saintifik itu asal mula dari positivisme.

Didukung oleh ilmu dasar sehingga menghasilkan teknologi. Ini menjadi paradigma alternatif, termasuk Indonesia. Indonesia dicerminkan oleh struktur material, formal, normatif dan spiritual. Itu merupakan cita-cita dari filsafat Pancasila atau monodualis. Aku dengan Tuhan serta aku dan masyarakatku. Namun melintaslah positivisme yang tidak kita sadari. August Compte dengan positivisme itu telah menjelma menjadi powernow. Mulai dari bangunan archaic, tribal, tradisional, feodal, modern, postmodern, dst atau kita bahasakan sebagai power now. Indonesia tidak mempunyai gambaran dalam struktur powernow, kecuali mendapat limbah dari powernow. Semua struktur itu berpilarkan kapitalisme, pragmatisme, utilitarianisme, hedonisme, materialisme, liberalisme, saintisisme kemudian saintifik. Jadi metode saintifik itu adalah lambang ketidakberdayaan Indonesia bergaul dengan powernow. Contohnya adalah orang yang melupakan realitas hidup gara-gara HP baru. Bukan di Perancis, tapi di sini. Apabila sampai lupa beribadah, maka spiritualisme sudah dimarjinalkan, sudah termakan produk hedonisme itu.

Apabila diandaikan, kita adalah ikan yang tinggal dalam polusi kontemporer. Kita bukan sembarang ikan. Maka dikisahkan cerita Dewa Ruci. Sang Bima mencari ilmu di dasar laut, banyu panguripan, air yang belum tercemar. Padalah tidak sembarang ikan bisa turun ke dasar sana. Harus pakai ilmu dan pengetahuan. Seperti diri kita, tergelepar seperti ikan. Seperti Bima, kita harus paham dan melampaui kontradiksi. Hidup ini adalah kontradiksi. Contohnya adalah orang yang masuk ke air, keluar sudah telentang. Berarti dia tidak menggunakan teknologi. Filsafat mencoba membuat teknologi supaya ketika masuk ke dalam air, bisa selamat dan survive. Jadi berfilsafat itu mencari alat. Sehingga kita bisa memilih dan memilah, tidak hanya sekedar limbah kapital atau hedonis dst saja. Contohnya kesibukan kita menghalangi kewajiban sebagai anggota masyarakat atau keluarga. Maka kita harus seimbang interaksi antara makro dan mikro.

Semoga perkuliahan ini dapat memberi bekal kepada kami untuk membaca elegi lain yang bersifat ideologi, politik dan lain-lain. Setiap hari Indonesia digempur oleh Power Now sehingga tidak mempunyai jati diri. Dipengaruhi juga oleh pemimpin sejak dari jaman dulu yang banyak tergoda. Indonesia bergaul dengan mereka tidaklah murah. Bahasanya hanya satu, yaitu investasi. Tapi hal tersebut belum tentu bisa menghibur. Indonesia belum bisa menjawab tantangan karena Indonesia belum berkarakter,masih menjadi objek dari subjeknya, sehingga begini salah, begitu salah, apalagi begini. Orang jawa punya solusi ngono yo ngono ning ojo ngono. Tapi itu merupakan solusi orang lemah. Kita bergaul dengan mereka harus penuh dengan sesaji. Itulah kita itu bangsa yang lemah sehingga pakarnya menjadi lemah, pemikirnya menjadi lemah, saintifiknya tidak berkarakter. Mengapa bisa begitu? Karena apabila kita cari, dari seluruh metode saintifik di dunia, pasti ada yang namanya hipotesis. Di Indonesia malah ditiadakan karena takut dan khawatir terlalu tinggi, takut ditolah oleh para ahli dan masyarakat. Maka dalam kurtilas, hipotesis dihapus dan diganti dengan menanya sehingga tidak berarti. Padahal yang benar, menanya itu untuk membuat hipotesis. Kesempatan berpendapat terbuka luas. Itulah metode saintifik. Hanya sepertiga dari ilmu humaniora, sepertiga dari hermeneutika. Karena hermeunetika itu mengembang, linier dan siklik. Dalam titik ada tiga elemen: elemen menukik (mendalami, intensif,pakai metode saintifik), elemen mendatar itu membudayakan; senin bertemu senin, kamis bertemu kamis, dan elemen mengembang membangun dunia. Kalau matematika membangun konsep, membangun rumus. Apabila kita membangun dunia belum jelas seperti apa bangunannya, kita harus banyak baca, baca dan baca. Ikan ya ikan, tapi lebih baik membangun kesadaran untuk memilih jenis-jenis airnya, apalagi mencari air yang masih bersih yang tidak tercemar. Bukan hanya untuk ikan itu sendiri, tapi juga untuk keturanan, generasi berikutnya. Apabila kita paham dan sadar, mudah-mudahan keturunan kita akan menjadi paham dan sadar, termasuk lingkungan, murid-murid kita dan seterusnya. Amin. 

Episode Lanjutan Menembus Ruang dan Waktu: Arjuna Mencari Wahyu, Aku Mencari Filsafatku


Episode Lanjutan Menembus Ruang dan Waktu
Arjuna Mencari Wahyu, Aku Mencari Filsafatku

Pertemuan kuliah Filsafat Ilmu ini dilaksanakan pada tanggal 29 Oktober 2015 jam 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Pak Marsigit, Perkuliahan ini diawali dengan tes jawab cepat sebanyak 50 soal lalu dilanjutkan dengan mahasiswa mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh Pak Marsigit.

Pertanyaan pertama dari Rizqy Umami “Bagaimana cara kita untuk benar-benar bisa memahami kajian filsafat?”
Seorang filsuf ternama pun ketika menjawab pertanyaan saya dimungkinkan nilainya nol. Karena filsafat itu adalah dirimu sendiri. Maka metode berfilsafat adalah metode hidup terjemah dan menterjemahkan. Terjemahkanlah diriku bukan asesorisnya, tapi pikirannya, dengan cara baca baca dan baca. Kemudian aku menterjemahkan dirimu melalui pertanyaan. Tetapi jadi orang itu jangan pernah berhenti berikhtiar, jangan patah semangat, diteruskan saja. Nah pertanyaan ini fungsinya tidak semata-mata untuk mengetahui pikiran anda, tapi juga sebagai sarana untuk mengadakan dari yang mungkin ada menjadi ada dari dirimu masing-masing. Setidaknya sudah ada kesadaran menembus ruang dan waktu. Jangankan manusia, hewan dan batu pun menembus ruang dan waktu. Tidak ada batu yang protes ketika kehujanan, kalaupun protes, dia menembus ruang dan waktu dengan ilmu dan metodologi tertentu. Tapi dengan berdiam pun, dari kehujanan menjadi tidak kehujanan, dia sudah menembus ruang. Semua benda bisa aku sebut di depannya adalah waktu. Apa ada silahkan sebut sifat satu saja dari bermilyar pangkat sifat yang tidak dikaitkan dengan waktu. Bahkan yang notabene terbebas dari ruang dan waktu yang ada dalam pikiran anda. Contoh saja 2+2 = 4. Karena itu terbebas oleh ruang dan waktu. Tapi aku masih bisa mengatakan bawa hari ini 2+2=4, atau besok, 2+2=4. Itu identitas. Karena terbebas oleh ruang dan waktu. Tetapi apabila sudah terikat oleh ruang dan waktu, serta merta kontradiktif. Ada sifat-sifatnya, dan sifat itu bersifat subordinat, menjadi predikat daripada obyeknya.

Fajar Nur Cahyani “Bagaimana filsafat memandang pendidikan di Indonesia dan bagaimana peran filsafat bagi meningkatkan mutu pendidik di Indonesia?”
Itu tema besar, dan bisa dibaca di blog saya. Tapi esensinya, ketika mengetahui praksis pendidikan, ada baiknya juga mengetahui latr belakang pendidikan dan landasan pendidikan. Landasan, latar belakang dan masa depan pendidikan, itu wadahnya tidak lain tidak bukan adalah filsafat pendidikan. Untuk mengetahui filsafat pendidikan, belajarlah filsafat. Semuanya terangkum di situ, termasuk di dalamnya unsur-unsurnya, pilar-pilarnya. Politik pendidikan dan ideologi pendidikan dan pendidikan kontekstual. Ga usah jauh-jauh ke Amerika, di Indonesia pun ada politik pendidikan, politik pemerintah dan sebagainya.

Ndaru Asmara “Apakah dengan berfilsafat kita bisa berkomunikasi dengan makhluk lain, seperti hewan dan tumbuhan?”
Filsafat itu wacana, bahasa, penjelasan, maka ada jarak antara penjelasan dengan praksisnya. Bagi seorang filsuf, ia ingin menjelaskan bagaimana orang itu kesurupan. Tapi filsuf sendiri tidak bisa kesurupan. Sedangkan yang kesurupan tidak menyadarinya. Jangan kemudian filsufnya ikut-ikut kesurupan, nanti siapa yang mau menjelaskan. Karena filsafat itu olah pikir. Nah dari semua pikiran yang ada itu dipakai untuk menjelaskan fenomena, termasuk fenomena gaib. Secara filsafat, naik spiritual turun psikologi. Filsafat itu lengkap. Jangan dikira, ada psikologinya. Ilham spiritual itu petunjuk dari Tuhan. Apabila orang dapat pencerahan, ga ngerti sebabnya. Secara filsafat itu gitu aja. Itu namanya ilham. Dan ternyata apabila diteliti, setiap yang ada dan yang mungkin ada setiap waktu, aku selalu mendapatkan ilham. Aku bisa menjawab pertanyaanmu karena aku mendapatkan ilham. Jangan kemudian memitoskan ilham. Kamu bisa menjelaskan tidak, bagaimana proses kamu bisa menjelaskan tadi di dalam pikiranmu. Seberapa jauh kamu bisa, dan tidak akan bisa sempurna, ya pada akhirnya ilham juga. Wahyu juga ilmu, hanya orang dulu, dipersonifikasikan wayu itu sebagai benda hidup. Karena apa? Karena audiensnya tradisional. Maka ketika sang Arjuna mencari wahyu, pergi ke hutan, cari yang sepi. Kalau jaman sekarang itu, sama seperti kamu masuk ke kamar baca eleginya Pak Marsigit. Itu sama seperti Arjuna masuk ke dalam hutan. Menyepi, merenung, memahami, disitulah aku dapat wahyu dan pengetahuan, dari yang ada menjadi ada. Persis sama dengan Arjuna itu.” Kemudian Pak Marsigit memberi contoh melalui sebuah cerita tentang Arjuna dan wahyunya.
“Wahai Arjuna.”
“Ada apa wahyu..?”
“Aku melihat situasi dan kondisinya, engkau itu berchemistry dengan saya.”
“Alhamdulillah, Amin.”
“Kalau begitu bolehlah aku menyatu dengan dirimu”
“Jikalau engkau berkehendak begitu, silakan.”
“Oleh karena itu, supaya aku selamanya bisa menjadi satu dengan dirimu, ikutilah perintahku.”
“Boleh.”
“Bukalah mulutmu, pejamkan mata. Setelah itu kembali normal. Maka sekejap itu juga, aku akan jadi satu dengan dirimu.”

Apa yang akan menjadi satu dengan dirimu? Spiritualnya formal adalah spiritual, spiritualnya material adalah spiritual. Itu sudah menjadi satu dengan dirimu. Jadi ada banyak sekali wahyu yang tidak engkau sadari. Berfilsafat itu adalah menyadari, bahwa aku belum tahu, menyadari, mengetahui ketidaktahuanku. Menyadari kapan aku mulai mengetahui, menyadari batas antara tahu dan tidak tahu. Maka benda-benda gaib itu jika diterangkan secara filsafat, naik spiritual, filsafat transenden, turun menjadi psikologi. Transendennya filsafat itu noumena. Noumena itu diluar fenomena. Semua yang diraba, semua yang dipikir, semua yang dilihat itu fenomena. Maka roh dan arwah dianggap noumena. Seberapakah orang itu tahu, bisa memakai segala macam metode. Bisa pakai logika, pengalaman, teori, ke spiritual. Berbagai macam cara untuk berusaha mengetahui apa yang disebut dengan arwah. Maka ada batasannya, batas-batas tertentu. Maka bagi pikiran saya, yang namanya setan itu potensi negatif. Malaikat potensi positif. Di dalam dirimu ada potensi negatif, ada potensi positif. Neraka itu potensi negatif. Surga potensi positif. Oleh karena itu raihlah surga ketika engkau ada di dunia, tapi bukan surga dunia. Maka orang yang masuk surga secara psikologi, secara hukum itu kelihatan. Para koruptor jelas akan masuk neraka secara hukum, secara spiritual lain lagi. Itulah pikiran kita berdimensi, yang dilihatpun berdimensi. Itulah mengapa bagi anak kecil, pohon itu ada hantunya. Padahal kata kakak saya, “Itu mah supaya anak kecil takut, jangan merusak tanaman”. Itulah bedanya. Oleh karena itu, apabila ada yang bisa berbicara dengan kucing: “Meong...meong...” atau dengan burung: “hey..hey... krrrr...”. Apa definisi bicara? Dengan burung memakan padi, aku sudah mengerti bahasanya. Komunikasi dengan tumbuhan? “Kamu sudah mulai layu.. aku siram..”. Daun yang kuning itu, apabila oleh tumbuhan diwacanakan: ”Wahai tuanku yang berbaik hati dan berniat baik pada awalnya, engkau telah menanam diriku dengan tujuan yang mulia. Wahai tuanku, inilah kuberikan tanda-tanda kepada tuanku bahwa daunku mulai menguning. Ketahuilah wahai tuanku, sebenar-benar yang terjadi pada diriku adalah aku sedang membutuhkan air”. Jadi elegi, apabila diteruskan menjadi elegi tumbuhan membutuhkan air. Dialog antara tumbuhan yang membutuhkan air. Awalnya elegi itu seperti itu. Soal spiritual, saya pernah tinggal di masjid selama 10 hari belajar ke sufi, menertibkan tata cara berdoa, ibadah dan sebagainya. Ketika intensif berdoa di situ, alamnya seperti itu, aku pun rasa-rasanya enggan pulang. Ingin saja tinggal di situ. Dan ketika itu, sensitivitas rohani atau hati saya itu sangat tinggi sehingga kemampuan metafisika itu muncul. Jangankan berdialog seperti tadi. Seseorang yang makan bakmi tidak berdoa dulu, terlihat seperti memakan cacing. Itu ketika spiritualku sangat tinggi. Tapi kalau sedang sibuk mengajar seperti sekarang ini, ingat berdoa setelah bakminya habis.

Suhariyono “Bagaimana beragama dalam filsafat, sedangkan para filsuf sendiri mungkin belum beragama?”
Beragama dalam sisi filsafat, ialah tetapkanlah dulu agama, keyaninan, hatimu, baru mulai menerbangkan layang-layang pikiran. Sebab apabila layang-layang sudah terbang jauh kita tidak punya patokan agama, nanti lepas talinya. Terbang kemana-mana. Jatuhlah ke negeri majusii, ke negeri kufar, dan seterusnya. Akhirnya kita ikut mereka. Maka sehebat-hebatnya manusia berpikir, walaupun manusia setengah dewa, tidak mungkin dia mmenuntaskan perasaannya. Banyak sekali kasus ketika anda merasakan sesuatu yang anda tidak mampu memikirkannya. Perasaan gelisah, empati, sedih negatif sampe gembira positif, rasa sayang dst. Maka pikiran itu hanya bisa mensupport spiritualisme. Maka silakan filsafat yang anda miliki dipakai untuk memperkuat dan memperkokoh  spiritual, sesuai dengan agamanya masing-masing. Maka di ayat dalam kitab suci disebutkan juga, betapa pentingnya orang cerdas, orang yang berpikir, dibandingkan dengan orang yang tidak cerdas. Karena orang yang tidak cerdas itupun menjadi sumber godaan setan. Godaan setan macam-macam, jadi fitnah, mengatakan yang tidak baik, dst.

Irfa Maalina: “Bagaimana filsafat menjelaskan ketetapan Tuhan?”
Pada akhirnya spiritual itu kembali pada dirimu masing-masing, karena spiritual itu urusan dirimu dengan Tuhan, Habluminallah. Dan juga ada tuntunan antara urusanmu dengan orang lain, Habluminannas. Kalau saya daripada artinya diluar kemampuan saya ya secara alami mengalir. Diriku, diri orang tuaku, diri keluargaku, diri pikiranku, diri pengalamanku. Tengoklah hal tersebut, seperti apa spiritualmu selama ini. Maka yang baik adalah masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Itulah tugas kita sebagai manusia untuk berikhtiar, mengetahui mana yang sokheh, mana yang kurang sokheh. Manusia itu terbatas, karena itu bertindaklah sesuai dengan ruang dan waktunya. Contohnya teknologi untuk menentukan satu syawal. Saya pun tidak bisa melakukan itu. Maka dari itu saya mengikuti saja. Yang paling mudah ya mengikuti aturan pemerintah. Kalau tidak ada, ya ikuti di kampung itu apa. Jadi segala macam spiritualitas itu bersifat postulat. Postulat itu adalah yang kemudian menjadi model diterapkan di dunia ini. Ditetapkan postulat-postulatnya. Dan kemudian manusia juga membuat postulat-postulat. Maka subyek menentukan postulat bagi obyeknya. Engkau juga membuat peraturan bagi adekmu. Seperti itu kira-kira, struktur berstruktur. Dirimu yang memahami struktur juga berstruktur. Struktur dirimu itu ternyata dinamis yang sedang menembus ruang dan waktu.

Bayuk Nusantara: “Pandangan Bapak tentang dalam filsafat tidak ada benar dan salah?”
Semuanya sesuai dengan pikiran manusia. Yang benar itu sesuai dengan ruang dan waktu atau tidak.

Tyas Kartiko Sutawi: “Jadi sebenarnya filsafat itu kompleks atau sederhana”
Ya kompleks ya sederhana. Tapi bukan jawaban seperti ini yang merupakan filsafat. Bagaimana penjelasanku menjawab yang komplek dan penjelasanku menjawab yang sederhana. Engkau pun bisa menerangkan. Itulah filsafatmu.  Filsafat itu sederhana sekali, cuma olah pikir, berpikir reflektif. Kamu mengerti, kamu sedang berpikir. Mau ditambahkan lagi boleh, pilarnya ada tiga, epistemologi, ontologi, aksiologi. Kompleks, karena intensif, sedalam-dalamnya bersifat radic, maka ada istilah radikalisme, ekstensif, karena luas seluas-luasnya, meliputi dunia dan akhirat, yang masih bisa engkau jangkau melalui pikiranmu. Setelah engkau tidak mampu memikirkannya, yasudah, gunakan alat yang lain, spiritualitas. Nah, dalam rangka menggapai kebenaran itu, ini, Francis Bacon: “knowledge is power”. Ada beberapa kendala orang itu mencapai kebenaran, kendala pasar (apa yang dipikirkan hirukpikuk masyarakat), kendala mitos, kendala panggung (apa yang orang katakan pada khalayak kemudian berlaku). Itu harus engkau cerna, harus engkau telaah. Itulah herannya saya, kenapa tidak ada yang bertanya tentang pertanyaan tadi. Berarti sudah ada kecenderungan engkau sudah terhipnotis dengan pertanyaan saya, dan itu menjadi benar final bagi dirimu. Padahal itu bukan kehendak dari berfilsafat ini. Kita harus membuat antitesisnya. Namanya orang menguji suka-suka. Coba, anda bisa menguji saya supaya saya nilainya nol, supaya mentalnya down, gitu. Saya membuat tes supaya anda tidak sombong. Tapi bukan berarti dengan mendapat nol lebih baik, itu namanya berhenti, mitos. Itulah maka harus berikhtiar dengan membaca elegi-elegi. Jangan Cuma membaca dalam mimpi, karena mimpi itu tidak bisa diukur konsistensinya, tidak koheren. Mimpi itu sebagian dari pengalamn tapi tidak sepenuhnya, jadi tidak korespodensi. Mimpi itu bukan persepsi, bisa diterangkan melalui teori berpikir. Tapi kalau yang menerangkan paranormal ya lain lagi. Hati-hati datang ke paranormal. Datang ke paranormal, imannya harus kokoh, harus kuat. Sama seperti datang ke Amerika, kalau imannya tidak kuat, kebiasaannya habis, kata-katamu habis, kegemaranmu habis, imannya menguat.”

Akhir kata Bapak supaya bisa menjadi ide, pemikiran, judul bebas supaya kami bisa kreatif. Bapak meminta maaf atas kekurangannya, kemudian kami menutup perkuliahan hari itu dengan berdoa. Amin.

Episode Menembus Ruang dan Waktu: Filsafat Itu Diriku..



Episode Menembus Ruang dan Waktu
Filsafat Itu Diriku.. 

Pertemuan kuliah Filsafat Ilmu dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2015 jam 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Pak Marsigit, Perkuliahan ini diawali dengan tes jawab cepat sebanyak 50 soal lalu dilanjutkan dengan mahasiswa mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh Pak Marsigit.

Lia Agustina “Bagaimana secara filsafat memandang sebuah pengalaman. Penting ga pengalaman buat ke depannya?”
Semua pertanyaannya sudah ada jawabannya di postingan saya. Tapi dalam semacam ini pertemuan ini saya sengaja mendorong supaya anda punya kemandirian bertanya. Karena itu adalah awala dari ilmu pengetahuan.
Jadi kalau kita kadang-kadang memandang itu dari satu sisi karena memang sifat manusia yaitu tidak sempurna, tapi karena itulah kita bisa hidup. Itulah hidupnya tuhan memberi kehidupan dengan ketidaksempurnaan. Mengerikan apabila manusia mempunyai kesempurnaan barang satu saja. Pengalaman itu separuh dunia. Membangun pengetahuan itu separuhnya pengalaman separuh lagi di atas adalah logija. Maka berfilsafat itu praktikkan pikiran anda dan pikirkan pengalaman anda. Jadi itu dinamika setiap hari. Maka sebenarbenar hidup adalah interakdi olah pikir dan pengalaman . kita bisa praktek di laboratpriom, di sini saja. Dokter yang melayani kesehatan lewat radio melayani praktik via telpon dimana dia menngunakan metode analitik apriori. Apriori bisa memikirkan walaupun tidak melihat pasirn. Hanya dari pengetahuan kedokteran. Tapi sebaliknya dokter hewan. Meriksa sapi yang sakit. Tidak bisa ditanya sang sakit, setelah dipegang dilihat, baru dapat dipikirkan sakitnya sapi itu. Dokter menggunakan sintetetik aposteriori, kehidupan pengalaman, yang di atas naik ke atas cenderung konsisiten, naik lagi spiritual, naik terus nilai kebenaran adalah tunggal monoisme kuasa Tuhan. Diturunkan terus ke bawah sintetik apriori, dunia kontradiksi ada di hidup ini, jangankan engkau, aku saja beda aku yang tadi dengan aku yang sekarang. Maka Imanuel Kant  berusaha mendamaikan langit dan bumi. Langit itu konsisten, dewa itu konsisten. Semakin tinggi, semakin kecil kontradiksi, sebenar-benar tidak ada kontrasiksi absolut itu Tuhan. Semakin turun semakin besar kontradiksi. Maka kontradiksi itu adalah predikatnya. Sehingga didamaikan yang di atas diambil aproiri yang di bawah diambil sintetiknya. Ilmumu akan lengkap akan kokoh kalau berdifat sintetik apriori. Jadi orang matematika murni tidak bahagia karena tidak bisa dikatakan sebagai ilmu saja. Oleh karena itu ada metode saintifik, dicoba itu sintetik, disimpulkan apriori. Sifatnya pengetahuan yang di dalam pikiran itu analitik, ukuran kebenarannya konsistensi, sedangkan sifat dari pengetahuan pengalaman adalah sintetik dan tidak boleh bersifat kontradiksi. Tapi dengan kontradiksi akan muncul produk baru. Jadi kalau identitias itu hanya malaikat, imannya tetap menurut para kiayi. Tapi manusia kontradiktif karena imannya naik-turun.

Filsafat itu dari awal sampai akhir begitu saja, yang diatas kalau ditarik ke belakang selaras dengan hal-hal yang ada dalam pikiran, maka matematika murni itu obyeknya benda pikir, karena terbebas ruang dan waktu. Itulah duina pikiran bersifat ideal, tetap, menuju kesempurnaan. Maka itu akan tersapiu habi s semua tokoh filsafat  sampai ujung yunani sana yang berkemistri dengan ide –ide dalam pikiran, mulai dari absolutisme, tetap dengan tokoh Permenides, rasionalisme yaitu Rene Descartes, perfecsionisme dst. Tapi itu kan dunia transenden, semakin ke atas semakin tarandsenden, dunia para dewa. Rektor itu beyond, transenden buat kamu. Maka semua filsuf yang berchemistry dengan transenden itu termasuk golongan langit. Ini adalah termasuk ilmu – ilmu filsafat juga, spiritual, ilmunya para dewa. Tapi kita menjumpai uniknya pendidikan karena kita berjumpa, mengelola anak kecil. Anak kecil itu dunia bawah. Dunia di luar pikiran, konkrit, dunia pengalaman, ilmu bagi anak kecil bukan ilmu orang dewasa. So art is for art itu orang dewasa. Seni hanya untuk dipandang ya medium, kalau pameran untuk anak kecil yang harus boleh dipegang-pegang dan dinaiki karena itu dunia anak. Hakikat ilmu untuk anak adalah activity. Seninya anak kecil itu activity. Jangan diberi teori bahwa seni adalah apa...
 Pendidikan kita itu relevan dengan UAN, kontradiktif. Intuisi anak tercerabut, untuk berperilaku secara instan dan tidak sehat masuk dunianya orang dewasa. Itulah pendidikan kita. Itulah perjuangan kita. Visi yang mulia bagi pendidik adalah bagaimana bisa melindungi anak didik dari kesemenamenaan metode mendidik yang tidak paham. Mendidik itu bukan amabisi supaya murid bisa seperti saya. Jadilah dirimu sendiri. Fungsi guru adalah memfasilitasi. Yang penting kita bekerja denga prinsipp ada, mengada dan pengada. Ada itu potensi, mengada ikhtiar pengada produknya. Apabila tidak belajar berarti adamu tidak sebenar-benar ada. Itu namanya penyakit palsu seperti plagiarisme, korupsi dll. Dampaknya kalau ini berkembang, yang anehnya dunia mengalami dilema atau anomali, karena kekuatan pikir itu hebat. Karena mereka memproduksi resep/rumus untuk digunakan, dinaikkan postulat kehidupan. Maka semua postulah absolut itu firamn Tuhan. Maka semua firman itu kalau diturunkan ke bumi jadi resep kehidupan. Hasil the power mi nd itu menakjubkan sehingga lahirlah  peradaban. Jadi peradaban itu produk dari the power of mind. Cuma sayang nya semua orang tanpa kecuali anak kecil harus mengukuti langkah orang dewasa dalam mengikuti produk-produk demikian.

Pertanyaan kedua dari Tyas Kartiko Sutawi “Bagaimana filsafat untuk orang atheis?”
Filsafat itu adalah dirimu. Tidak usah  jauh2 sampai yunanai. Apa yang aku sebut absolute, ketika aku sedang berdoa, itu spiritualis. My behave is as spiritualist. Tapi begitu ada pencuri, saya bersikap tegas, determined dan otoritarian mengusir pencuri. Ketemu istri saya romantis. Demokratik, pragmatis, romantis tidak lain tidak bukan adalah dirimu sendiri. Itu mikrokosmisnya. Makrokosmisnya, naik ke atas, pikiran para filsuf, ada sejarahnya, tanggal lahirnya dan lain sebagaimnya. Karena filsafat itu dirimu sendiri, sah-sah saja, silakan..Cuma.. kan begitu. Maka karena filsafat itu peduli terhadap  ruang dan waktu, apalagi tujuannya memperoleh kebahagiaan memalalui olah pikir maka bersifat kontekstual. Saya kontekstual Indonesia, kontekstual jawa, kontekstual dunia timur, kontekstual spiritualisme. Supaya berbahagia itu chemistry dengan konteksnya. Kalau anda ingin terisolated dengan konteksnya, jelas potensi untuk tidak berbahagia. Anda tidak suka ketemu orang, ya silahkan hidup di gurun. Oleh karena itu, struktur spiritualisme, maka strukturnya jelas, struktur yang saya kembangkan di sini itu yang paling bawah, material, atasnya formal, atasnya normatif, atasnya lagi spiritual. Jadi kaya kerucut, menutupi sekaligus menjiwai dan sebagai pilar itu spiritualnya. Maka dalam filsafat yang saya kembangkan itu menggunakan struktur itu, artinya, tetapkanlah hatimu sebagai komandanmu sebelum engkau mengembarakan pikiranmu. Sebab jika engkau mengembarakan pikiranmu dan tidak dilandasi oleh hatimu, oleh spiritualmu, bisa jadi pikiranmu tidak akan kembali. Nah, di lain tempat jelas, jangankan kita, berbeda-beda, maka yang muslim filsafatnya muslim, yang kafir filsafatnya kafir, yang materialis semakin materialis, yahudi semakin yahudi, yang majusi semakin majusi, demikian seterusnya. Maka di dunia yang berlevel seperti itu berinteraksi antara berbagai suku bangsa dengan filsafatnya masing-masing. Manfaat dapada berfilsafat adalah anda mampu menjelaskan posisi anda secara spiritualis. Kalau di Amerika, karena negara yang absolutely liberal, maka bebas beragama dan bebas tidak beragama, sama-sama punya hak. Sama-sama mengiklankan di televisi cari pengikut, itu hak mereka. Tetapi di dalam koridor bernegara Republik Indonesia, muali dari akar rumputnya sampai naik kepada bentuk formal tata negara ada landasan UUD 45 dan Pancasila. Landasan Pancasila itu monodualis. Mono itu habluminalloh, dualis itu habluminalloh habluminannas. Itu filsafat Pancasila. Oleh sebab itu, kalau terjadi rongrongan, tetap saja bertahan. Karena itu konteksnya Indonesia, chemistrynya Indonesia. Ketuhanan yang maha Esa, spiritualisme, ya siapa sih yang mau menolak spiritualisme di Indonesia? Wong sejak zaman dahulu punya sejarahnya spiritualisme, apakah yang gereja, apakan yang masjid, apakah yang kelenteng dan sebagainya silakan saja, kan begitu. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, siapa yang tidak mau? Ya mungkin rumusannya yang lima ga suka, tapi dalam kehidupannya dihayati terus. Maka sebetulnya meletakkan foundation tidak mudah, tapi mengakar pada budayanya yaitu Indonesia.

Pertanyaan terakhir dari Ian Harum Prasasti “Bagaimana cara filsafat untuk menjawab satu pertanyaan?”
Jadi begini, dunia itu berstruktur. Anda jangan terlalu ribet mikir struktur. Pagi dan sore itu struktur dunia. Siang dan malam itu struktur duania. Laki-laki perempuan itu struktur dunia. Logika pengalaman itu struktur dunia. Kita abstraksi , mana struktur yang dipakai untuk membangun dalam kuliah ini, oya,, strukturnya para filsuf. Itu strukturnya dunia. Jadi dunia ini dan akhirat full of structure. Jadi secara filsafat apabila ingin menjawab suatu pertanyaan, begitu anda bertanya di satu tempat,dengan kesadaran full of structure tadi, maka pertanyaanmu itu terang benderang kedudukannya. Dilihat dari berbagai macam kedudukan struktur. Apapun. Misalnya, Pak, wadah itu ada dimana? Tergantung strukturnya, bisa singa bisa malam, bisa laki bisa perempuan. Kelembutan itu wadahnya perempuan. Kesigapan dan keperkasaan  itu laki-laki. Dia perkasa tapi penakut, berarti wadahnya, isinya penakut, kontradiksi. Pikiran, pengalaman. Wadah itu ada dimana pengalaman atau pikiran? Ternyata wadah itu ada di mana-mana. Yang kau pikirkan, yang kau katakan itu adalah wadah sekaligus isi. Kenapa isi? Karena setiap kali engkau sebutkan itu mempunyai sifat. Apakah bisa engkau menyebutkan sesuatu dimana dia tidak mempunyai sifat? Merah saja bermilyah sifatnya. Apakah bisa mencari sifat yang tidak punya sifat? Maka dunia itu adalah full of sifat. Maka sebenar-benar hidup adalah sifat itu sendiri. Jadi aku bisa selalu bisa bergaanti tiap hari mendefinisikan aopa itu hidup dari yang ada dan yang mungkin ada. Makanya saya selalu membuka pertanyaan apapun. Maka berfilsafat itu tujuannya menyadari adanya struktur. Jika kau ku beri pertanyaan, maka setiap pertanyaanku adalah struktur. Setiap sifat adalah wakil dari strukturnya. Setiap kata adalah gunung esnya daripada strukturnya itu. Jadi setiap pertanyaanku itu adalah struktur. Kalau aku ada 50 pertanyaan, berarti ada 50 struktur. Bila kamu tidak bisa menjawab semua berarti antara diriku dan dirimu masih terjadi celah. Engkau belum paham struktur-struktur yang ada dalam pikiranku. Maka baca, baca dan baca.

Bapak mengucapkan selamaat berjuang baca, baca dan baca untuk mengimbangi nilai yang jelek. Bapak juga meminta maaf apabila membuat pagi hari yang cerah sedikit terganggu. Dan kami pun menutup pertemuan ini dalam doa.

Episode Menembus Ruang dan Waktu: Filsafat Apakah Itu...?


Filsafat Apakah Itu...?

Pertemuan kuliah Filsafat Ilmu yang dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2015, pada pukul 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Pak Marsigit.
Filsafat Seni        : Estetika
Filsafat Fisika      : Filsafat Alam
Matematika        : Koherentisme
Agama                : Spiritualisme
Baru                    : Sintesis
Lama                   : Tesis
Proses                 : Sintesis
Tujuan                 : Idealisme
Alat                     : Epistemologi
Tulisan                 : Dialektisme
Bahasa                : Analitik
Bertanya              : Dialektis
Menjawab           : dialektisme
Menyanyi             : Estetika
Ada                     : Ontologi/Eksistensialisme
Mungkin ada        : Ontologi/ Noumena
Perintah                : Ditabilisme
Memiliki               : Determinisme
Melihat                 : Realisme
Mendengar           : Realisme
Berpikir                : Kohorensisma/sintesis
Mencoba             : saintisisme
Pengalaman          : Empirisme
Bersembunyi        : Metafisika
Khayalan             : Fiksiolisme
Bercinta               : Romantisme
Memilih               : Reduksionisme
Tetap                    : Permenides    
Berubah               : Heraklitosianisme
Pasti                     : Absolutisme
Tak pasti              : Relativisme
Jauh                     : Teleologi, kalau dalam filsafat disebut Predestinasi, semacam ramalan. Apabila manusia setiap hari dibiasakan terbang, mungkin suatu hari manusia akan bisa terbang.
Besar                   : Makrokosmis
Kecil                    : Mikrokosmis
Pasrah                  : Fatalisme
Berusaha              : Fitalisme
Kembar                : Identitas
Beda                    : Kontradiksi
Salah                    : Fallibisme, melindungi kesemenamenaan orang tua yang selalu ingin anaknya serba bisa dan serba benar.
Benar                    : Epistemologi adalah isi, wadahnya ontologi.
Ragu-ragu             : Skeptisisme, tokohnyaRene Descartes
Hubungan              : Konektivisme
Bentuk                  : Formal
Mengabaikan        : Reduksi/Abstraksi. Apabila aku melihat dirimu, aku mengabaikan yang sana. Kemampuan hidupku adalah reduksi. Hanya bermakna bagi diriku kalau aku mampu mimilih. Ketika engkau bisa memikirkan, melihat, berkata semua dalam satu waktu, maka hidupmu tidak akan bermakna. Seperti pisau tajam yang sangat ampuh tapi berbahaya. Sebenar-benar hidup adalah reduksi. Maka manusia selalu tidak adil karena tidak bisa melihat belakang tengkuknya. Sebenar-benar hidup itu tidak adil. Kalau bisa bersikap adil, aku tidak akan bisa hidup. Sebenar-benar adil adalah milik-Nya, manusia hanya berusaha, usaha tersebutlah maknanya. Yang adil adalah maknanya. Musuh besar filsafat dan spiritualisme orang-orang yang mendahului kehendak Tuhan. Itulah filsafat yaitu pola pikir
Bertengkar         : Sintesis. Kamu mengajukan tesis, aku antitesis. Sebenar-benar ilmu adalah pertengkaran itu sendiri, karena proses mencari ilmu (Pertengkaran Orang Tuan berambut putih). Sesuatu yang baru selalu dipertengkarkan dalam pikiran, merupakan manfaat dan barokah. Namun jangan sampai turun ke hati, karena apabila sudah turun ke hati, tempatnya setan bersemayam.
Jelas                 : Mitos/ Mitologi. Musuh berfilsafat itu adalah kejelasan itu sendiri. Ketika sudah merasa jelas, maka kamu akan berhenti. Mandeg/stagnan itu menyalahi kodrat. Tetap dan bergerak itu berinteraksi. Kodratmu sebagai manusia itu tetap. Tetapi taraf kelembutan kulit itu berubah. Apabila dalam matematika murni menjcari kejelasan jelas, maka dalam filsafat, semua yang jelas dibuat tidak jelas.
Damai                  : Mitos/Mitologi. Indonesia damai itu hanyalah mitos.
Manfaat               : Utilitarian. Contohnya Amerika. Menyerang irak karena bermanfaat bagi Amerika. Yang benar itu yang bermanfaat bagi dirinya. Manusia tidak bisa parsial,kemarin utilitarian, sekarang demokratis.
Jalan Pintas         : Pragmatisme. Menghasilkan budaya instan.
Terlambat           : Menembus ruang dan waktu.

Pertemuan ini dimulai dengan sebuah kuis tentang Istilah Filsafat yang terdiri dari 50 soal. Namun banyak sekali nilai yang bertelur yang mencerminkan jarak Bapak terhadap kami. Itulas sebabnya Bapak berpacu dengan kami. Oleh sebab itu, Bapak menyarankan untuk membaca elegi-elegi. Apabila Bapak sudah sampai kepada pokok permasalahan yang diposting, tetapi mahasiswa belum membaca, maka Bapak akan menjadi dilematis. Apabila Bapak terangkan, maka makna postingnya akan berkurang. Maknanya adalah usaha kami ketika berusaha memahami. Apapun yang sudah Bapak tulis itu formal. Isinya terserah interpretasi kami masing-masing. Bapak tidak memberi atau menginfus ilmu filsafat kepada kami. Filsafat itu dirimu sendiri sehingga hasil dan persepsi masing-masing orang akan berbeda. Bapak hanya menuruti sunattuloh, mencoba membangun jati diri, dirimu sendiri, isi tidak harus sama dengan diriku.
Kemudian Bapak menyuruh kami untuk membuat pertanyaan minimal seorang satu, tentang persoalan apapun.

Yolandaru Septiana: “Filsafat dari sebuah pengalaman bagaimana cara menemukan hakekatnya.”
Bapak Marsigit: “Begini, hakekat ilmu dalam perjalanan para filsuf pada akhirnya disempurnakan oleh Imanuel Kant, sang pendamai. Hakikat ilmu pada akhirnya adalah sintetik apriori. Sintetik itu bawah, apriori itu atas. Sintetik itu dunia, apriori pikiran, khayalan sampai akhirat. Sintetik itu paham setelah melihat, mendengar, dipegang, diminum dan berlaku hukum sebab akibat. Apabila diekstensikan, sintetik itu: dunia, pengalaman, benda, tumbuhan, binatang, semua isi dunia. Satu makna disitu berlaku hukum “ tiadalah segala sesuatu itu berdiri sendiri”. Artinya bahwa ketika aku minum air terasa manis, manisnya gula dikarenakan air. Aku bisa minum air karena gelas. Gelas ini karena kaca dst. Jadi setiap yang ada dan yang mungkin ada, yang bisa dikatakan/ditunjuk adalah wakil daripada dunianya. Maka bisa aku tambahkan kata dunia di setiap apa yang ada dan yang mungkin ada. Dunia seni, dunia jilbab, dunia cantik, dll. Karena yang ada dan yang mungkin ada mewakili dunianya. Apabila ditarik ke depan, maka dapat ditambahkan filsafat. Filsafat udara apa, filsafat pengalaman itu apa, dll. Semua hal tersebut harus dicari. Anda punya makna karena anda masuk di kuliah ini. Pak Marsigit bermakna karena berdiri di depan anda. Tidak ada yang berdiri sendiri, isolated. Semua bermakna karena ada makna yang lain. Aku punya rasa gembira karena mengenal kesedihan. Maka berilah siswa pengalaman yang lengkap sesuai ruang dan waktunya. 

Segala hal yang ada dan yang mungkin ada mempunyai dua sifat. Selalu bersifat wadah dan isi sekaligus. Apa yang kamu tunjuk adalah isi sekaligus wadah. Apa yang kamu tunjuk mempunyai sifat yang tetap dan berubah sekaligus, bersifat koeksisten. Salah satu sifat secara psikologi, yang merupakan persepsi. Maka yang ada di bawah, di bumi itu dunia persepsi, karena bisa dipahami setelah dipersepsi.
Dunia yang di bawah, sintetik tadi dapat menjadi aposteriori. Yang di atas analitik apriori.
Aposteriori  itu, apa yang diminum baru bisa terasa manis. Apriori, belum diminum pun sudah bisa menentukan kalau itu manis, memakai logika. Apriori bisa menjadi bahaya bila tidak digunakan secara sesuai, contohnya cari jodoh di media sosial. Analitik yang dipikirkan itu dasarnya konsistensi. Konsistensi, matematika, logika semuanya koheren, tidak terjadi kontradksi. Kalau orang memasukkan gula ke dalam iair, logikanya maka akan manis. Itu konsisten, kebenaran. Orang yang mencari kebenaran kalau hanya memakai pikiran saja tidak cukup. Bahkan kebenaran saja tidak ancukup. Maka dari itu filsafat memberikn kesempatan untuk bereksperimen. Hidup ini kalau hanya pikiran saja: apa yang terjadi, kalau hanya pengalaman saja: apa yang terjadi? Pengetahuan akan lebih kokoh, karena dilogikakan dan disertai pengalaman. 

Kalau ada yang cacat mental itu seperti apa? Berati terbatas berselancar di dalam dunia pikir; logika terbatas. Logika kan pakai hukum sebab akibat, identitas satu dst.  Sebenar- benar ilmu adalah apriori sekaligus sintetik. Naik pikiran manusia memikirkan Tuhan, maka sehebat-hebatnya isi tidak mungkin bisa menjelaskan semua aspek dari pada wadahnya. Sehebat-hebatnya dewa, tidak akan mampu mendefinisikan Tuhan.”

Maka karena keterbatasan waktu, Pak Marsigit menggunakan prinsip reduksi. Memilih yang satu, mengabaikan yang lain. Pertanyaan kedua sekaligus terakhir.

Suhariyono: “Bagaimana cara berfilsafat yang benar menurut para filsuf?”
Bapak Marsigit: “Setiap yang ada dan mungkin ada adalah wakil dari dunianya, maka filsuf adalah wakil dari dunianya. Maka dari itu, filsafat tidak boleh pilih-pilih. Kalau mau belajar kontempoterer pasti kena yang klasik. Mau belajar Aristoteles pasti kena Descartes. Jadi para filsuf mempunyai kebenarannya masing-masing. Jangankan para filsuf atau Pak Marsigit, bahkan kamu pun punya kebenaran masing-masing. Hanya masalah  taraf bacaan, pikiran, ruang dan dimensi saja yang membedakan. Orang yang tradisional dan primitif juga punya kebenaran masing-masing. Maka berfilsafat kalau sudah sampai kepada mau mengintensifkan dan mengefektifkan filsafat itu memang  ada 4 godaan, yaitu: latar belakang dirimu (menganggap dirimu benar), godaan panggung (apa yang orang katakan pada khalayak kemudian berlaku), godaan pasar (apa yang dipikirkan hirukpikuk masyarakat), godaan otoritas (selalu ikut atasan). Itulah godaan orang mencari kebenaran. Setiap orang dapat menjadi otoritas, termasuk dosen, sehingga saya mengimbanginya dengan menyediakan bacaan supaya tidak terjadi mitos.
Jadi semua jawaban singkat ini sangat berbahaya, karena merupakan reduksi yang sangat hebat. Maka jawaban itu bertingkat-tingkat sesuai kebutuhannya. Supaya kesombongannya luruh, egonya runtuh. Apabila dalam filsafat sombong, tidak akan dapat apa-apa.”

Lagi Bapak menambahkan: “Jadi filsafat itu lebih dari sekadar prosa dan puisi, kata-kata mutiara. Estetika itu tidak semata-mata benar dan salah. Sama seperti matematika kalau hanya benar salah dan tidak mempedulikan. Itulah pentingnya kompromi. Perlu matematikawan yang mengerti seni, dan seniman yang mengerti matemtatika, tapi sulit karena manusia itu terbatas.”
Akhirnya Bapak mengakhiri dengan wejangan supaya banyak membaca elegi karena sebetulnya semua pertanyaan kami sudah terangkum dan terjawab dalam postingan bapak. Pak Marsigit juga meminta maaf karena membuat hati tidak nyaman, kemudian kami berdoa tutup.