Rabu, 11 November 2015

Episode Menembus Ruang dan Waktu: Filsafat Apakah Itu...?


Filsafat Apakah Itu...?

Pertemuan kuliah Filsafat Ilmu yang dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2015, pada pukul 07.30 sampai dengan 09.10 diruang 306A gedung lama Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta Prodi Pendidikan Penelitian dan Evaluasi Pendidikan kelas B dengan dosen pengampu Pak Marsigit.
Filsafat Seni        : Estetika
Filsafat Fisika      : Filsafat Alam
Matematika        : Koherentisme
Agama                : Spiritualisme
Baru                    : Sintesis
Lama                   : Tesis
Proses                 : Sintesis
Tujuan                 : Idealisme
Alat                     : Epistemologi
Tulisan                 : Dialektisme
Bahasa                : Analitik
Bertanya              : Dialektis
Menjawab           : dialektisme
Menyanyi             : Estetika
Ada                     : Ontologi/Eksistensialisme
Mungkin ada        : Ontologi/ Noumena
Perintah                : Ditabilisme
Memiliki               : Determinisme
Melihat                 : Realisme
Mendengar           : Realisme
Berpikir                : Kohorensisma/sintesis
Mencoba             : saintisisme
Pengalaman          : Empirisme
Bersembunyi        : Metafisika
Khayalan             : Fiksiolisme
Bercinta               : Romantisme
Memilih               : Reduksionisme
Tetap                    : Permenides    
Berubah               : Heraklitosianisme
Pasti                     : Absolutisme
Tak pasti              : Relativisme
Jauh                     : Teleologi, kalau dalam filsafat disebut Predestinasi, semacam ramalan. Apabila manusia setiap hari dibiasakan terbang, mungkin suatu hari manusia akan bisa terbang.
Besar                   : Makrokosmis
Kecil                    : Mikrokosmis
Pasrah                  : Fatalisme
Berusaha              : Fitalisme
Kembar                : Identitas
Beda                    : Kontradiksi
Salah                    : Fallibisme, melindungi kesemenamenaan orang tua yang selalu ingin anaknya serba bisa dan serba benar.
Benar                    : Epistemologi adalah isi, wadahnya ontologi.
Ragu-ragu             : Skeptisisme, tokohnyaRene Descartes
Hubungan              : Konektivisme
Bentuk                  : Formal
Mengabaikan        : Reduksi/Abstraksi. Apabila aku melihat dirimu, aku mengabaikan yang sana. Kemampuan hidupku adalah reduksi. Hanya bermakna bagi diriku kalau aku mampu mimilih. Ketika engkau bisa memikirkan, melihat, berkata semua dalam satu waktu, maka hidupmu tidak akan bermakna. Seperti pisau tajam yang sangat ampuh tapi berbahaya. Sebenar-benar hidup adalah reduksi. Maka manusia selalu tidak adil karena tidak bisa melihat belakang tengkuknya. Sebenar-benar hidup itu tidak adil. Kalau bisa bersikap adil, aku tidak akan bisa hidup. Sebenar-benar adil adalah milik-Nya, manusia hanya berusaha, usaha tersebutlah maknanya. Yang adil adalah maknanya. Musuh besar filsafat dan spiritualisme orang-orang yang mendahului kehendak Tuhan. Itulah filsafat yaitu pola pikir
Bertengkar         : Sintesis. Kamu mengajukan tesis, aku antitesis. Sebenar-benar ilmu adalah pertengkaran itu sendiri, karena proses mencari ilmu (Pertengkaran Orang Tuan berambut putih). Sesuatu yang baru selalu dipertengkarkan dalam pikiran, merupakan manfaat dan barokah. Namun jangan sampai turun ke hati, karena apabila sudah turun ke hati, tempatnya setan bersemayam.
Jelas                 : Mitos/ Mitologi. Musuh berfilsafat itu adalah kejelasan itu sendiri. Ketika sudah merasa jelas, maka kamu akan berhenti. Mandeg/stagnan itu menyalahi kodrat. Tetap dan bergerak itu berinteraksi. Kodratmu sebagai manusia itu tetap. Tetapi taraf kelembutan kulit itu berubah. Apabila dalam matematika murni menjcari kejelasan jelas, maka dalam filsafat, semua yang jelas dibuat tidak jelas.
Damai                  : Mitos/Mitologi. Indonesia damai itu hanyalah mitos.
Manfaat               : Utilitarian. Contohnya Amerika. Menyerang irak karena bermanfaat bagi Amerika. Yang benar itu yang bermanfaat bagi dirinya. Manusia tidak bisa parsial,kemarin utilitarian, sekarang demokratis.
Jalan Pintas         : Pragmatisme. Menghasilkan budaya instan.
Terlambat           : Menembus ruang dan waktu.

Pertemuan ini dimulai dengan sebuah kuis tentang Istilah Filsafat yang terdiri dari 50 soal. Namun banyak sekali nilai yang bertelur yang mencerminkan jarak Bapak terhadap kami. Itulas sebabnya Bapak berpacu dengan kami. Oleh sebab itu, Bapak menyarankan untuk membaca elegi-elegi. Apabila Bapak sudah sampai kepada pokok permasalahan yang diposting, tetapi mahasiswa belum membaca, maka Bapak akan menjadi dilematis. Apabila Bapak terangkan, maka makna postingnya akan berkurang. Maknanya adalah usaha kami ketika berusaha memahami. Apapun yang sudah Bapak tulis itu formal. Isinya terserah interpretasi kami masing-masing. Bapak tidak memberi atau menginfus ilmu filsafat kepada kami. Filsafat itu dirimu sendiri sehingga hasil dan persepsi masing-masing orang akan berbeda. Bapak hanya menuruti sunattuloh, mencoba membangun jati diri, dirimu sendiri, isi tidak harus sama dengan diriku.
Kemudian Bapak menyuruh kami untuk membuat pertanyaan minimal seorang satu, tentang persoalan apapun.

Yolandaru Septiana: “Filsafat dari sebuah pengalaman bagaimana cara menemukan hakekatnya.”
Bapak Marsigit: “Begini, hakekat ilmu dalam perjalanan para filsuf pada akhirnya disempurnakan oleh Imanuel Kant, sang pendamai. Hakikat ilmu pada akhirnya adalah sintetik apriori. Sintetik itu bawah, apriori itu atas. Sintetik itu dunia, apriori pikiran, khayalan sampai akhirat. Sintetik itu paham setelah melihat, mendengar, dipegang, diminum dan berlaku hukum sebab akibat. Apabila diekstensikan, sintetik itu: dunia, pengalaman, benda, tumbuhan, binatang, semua isi dunia. Satu makna disitu berlaku hukum “ tiadalah segala sesuatu itu berdiri sendiri”. Artinya bahwa ketika aku minum air terasa manis, manisnya gula dikarenakan air. Aku bisa minum air karena gelas. Gelas ini karena kaca dst. Jadi setiap yang ada dan yang mungkin ada, yang bisa dikatakan/ditunjuk adalah wakil daripada dunianya. Maka bisa aku tambahkan kata dunia di setiap apa yang ada dan yang mungkin ada. Dunia seni, dunia jilbab, dunia cantik, dll. Karena yang ada dan yang mungkin ada mewakili dunianya. Apabila ditarik ke depan, maka dapat ditambahkan filsafat. Filsafat udara apa, filsafat pengalaman itu apa, dll. Semua hal tersebut harus dicari. Anda punya makna karena anda masuk di kuliah ini. Pak Marsigit bermakna karena berdiri di depan anda. Tidak ada yang berdiri sendiri, isolated. Semua bermakna karena ada makna yang lain. Aku punya rasa gembira karena mengenal kesedihan. Maka berilah siswa pengalaman yang lengkap sesuai ruang dan waktunya. 

Segala hal yang ada dan yang mungkin ada mempunyai dua sifat. Selalu bersifat wadah dan isi sekaligus. Apa yang kamu tunjuk adalah isi sekaligus wadah. Apa yang kamu tunjuk mempunyai sifat yang tetap dan berubah sekaligus, bersifat koeksisten. Salah satu sifat secara psikologi, yang merupakan persepsi. Maka yang ada di bawah, di bumi itu dunia persepsi, karena bisa dipahami setelah dipersepsi.
Dunia yang di bawah, sintetik tadi dapat menjadi aposteriori. Yang di atas analitik apriori.
Aposteriori  itu, apa yang diminum baru bisa terasa manis. Apriori, belum diminum pun sudah bisa menentukan kalau itu manis, memakai logika. Apriori bisa menjadi bahaya bila tidak digunakan secara sesuai, contohnya cari jodoh di media sosial. Analitik yang dipikirkan itu dasarnya konsistensi. Konsistensi, matematika, logika semuanya koheren, tidak terjadi kontradksi. Kalau orang memasukkan gula ke dalam iair, logikanya maka akan manis. Itu konsisten, kebenaran. Orang yang mencari kebenaran kalau hanya memakai pikiran saja tidak cukup. Bahkan kebenaran saja tidak ancukup. Maka dari itu filsafat memberikn kesempatan untuk bereksperimen. Hidup ini kalau hanya pikiran saja: apa yang terjadi, kalau hanya pengalaman saja: apa yang terjadi? Pengetahuan akan lebih kokoh, karena dilogikakan dan disertai pengalaman. 

Kalau ada yang cacat mental itu seperti apa? Berati terbatas berselancar di dalam dunia pikir; logika terbatas. Logika kan pakai hukum sebab akibat, identitas satu dst.  Sebenar- benar ilmu adalah apriori sekaligus sintetik. Naik pikiran manusia memikirkan Tuhan, maka sehebat-hebatnya isi tidak mungkin bisa menjelaskan semua aspek dari pada wadahnya. Sehebat-hebatnya dewa, tidak akan mampu mendefinisikan Tuhan.”

Maka karena keterbatasan waktu, Pak Marsigit menggunakan prinsip reduksi. Memilih yang satu, mengabaikan yang lain. Pertanyaan kedua sekaligus terakhir.

Suhariyono: “Bagaimana cara berfilsafat yang benar menurut para filsuf?”
Bapak Marsigit: “Setiap yang ada dan mungkin ada adalah wakil dari dunianya, maka filsuf adalah wakil dari dunianya. Maka dari itu, filsafat tidak boleh pilih-pilih. Kalau mau belajar kontempoterer pasti kena yang klasik. Mau belajar Aristoteles pasti kena Descartes. Jadi para filsuf mempunyai kebenarannya masing-masing. Jangankan para filsuf atau Pak Marsigit, bahkan kamu pun punya kebenaran masing-masing. Hanya masalah  taraf bacaan, pikiran, ruang dan dimensi saja yang membedakan. Orang yang tradisional dan primitif juga punya kebenaran masing-masing. Maka berfilsafat kalau sudah sampai kepada mau mengintensifkan dan mengefektifkan filsafat itu memang  ada 4 godaan, yaitu: latar belakang dirimu (menganggap dirimu benar), godaan panggung (apa yang orang katakan pada khalayak kemudian berlaku), godaan pasar (apa yang dipikirkan hirukpikuk masyarakat), godaan otoritas (selalu ikut atasan). Itulah godaan orang mencari kebenaran. Setiap orang dapat menjadi otoritas, termasuk dosen, sehingga saya mengimbanginya dengan menyediakan bacaan supaya tidak terjadi mitos.
Jadi semua jawaban singkat ini sangat berbahaya, karena merupakan reduksi yang sangat hebat. Maka jawaban itu bertingkat-tingkat sesuai kebutuhannya. Supaya kesombongannya luruh, egonya runtuh. Apabila dalam filsafat sombong, tidak akan dapat apa-apa.”

Lagi Bapak menambahkan: “Jadi filsafat itu lebih dari sekadar prosa dan puisi, kata-kata mutiara. Estetika itu tidak semata-mata benar dan salah. Sama seperti matematika kalau hanya benar salah dan tidak mempedulikan. Itulah pentingnya kompromi. Perlu matematikawan yang mengerti seni, dan seniman yang mengerti matemtatika, tapi sulit karena manusia itu terbatas.”
Akhirnya Bapak mengakhiri dengan wejangan supaya banyak membaca elegi karena sebetulnya semua pertanyaan kami sudah terangkum dan terjawab dalam postingan bapak. Pak Marsigit juga meminta maaf karena membuat hati tidak nyaman, kemudian kami berdoa tutup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar