Jumat, 01 Januari 2016

Activity 6: Value of Music Education

Nilai Dalam Pendidikan Musik

Pendidikan Nilai Dalam Pendidikan Seni Musik: Intrinsik, Ekstrinsik dan Sistemik
JAKARTA - Kasus bullying atau penindasan yang paling banyak disoroti adalah bullying di sekolah. Bagaimana tidak, lingkungan sekolah yang seharusnya kondusif untuk belajar justru membuat para siswa menjadi terancam karena hal tersebut.
Parahnya, beberapa kasus bullying di sekolah saat ini sudah menjadi tradisi. Biasanya, bullying sendiri dilakukan oleh senior kepada junior atau bahkan dengan teman satu angkatan sendiri.
(http://news.okezone.com/read/2015/12/14/65/1267031/bullying-di-sekolah-ini-pemicunya)

JAKARTA - Tidak sedikit kasus bullying di sekolah menyebabkan korban, bahkan merenggut nyawa. Padahal seharusnya sekolah merupakan tempat aman untuk belajar dan berteman.
Berikut sejumlah kasus bullying di berbagai sekolah Tanah Air.
1. Bullying di SMAN 70 Jakarta
Pada Juli 2014, 13 siswa di SMAN 70 Jakarta dikeluarkan akibat melakukan pelanggaran yakni perbuatan bullying pada juniornya. Para senior telah mem-bully 15 siswa yang masih duduk di kelas satu.
2. Siswa SD aniaya teman hingga tewas
September 2015, seorang siswa di SDN 07 Pagi Kebayoran lama berusia delapan tahun melakukan tindak kekerasan kepada teman sebayanya. Akibat tindakan tersebut, korban harus menghembuskan nafas terakhirnya.
3.  Bullying oleh siswi berseragam pramuka
Belum lama ini, beredar video kekerasan yang dilakukan siswi berseragam pramuka kepada temannya. Pelaku dan korban diketahui bersekolah di SMPN 4 Binjai, Sumatera Utara. Dalam video berdurasi lima menit itu, pelaku tidak hanya memaki, tetapi juga menampar hingga menendang korbannya.
4. Siswa baru di-bully oleh 18 Senior
Saat masa orientasi sekolah (MOS), seorang siswa baru di SMA Seruni Don Bosco, Pondok Indah bernama Ary dianiaya oleh 18 seniornya. Terdapat luka sundutan setelah Ary melakukan visum. Selain itu, juga didapati luka memar di tubuh Ary. Selain Ary, tiga siswa lainnya juga menjadi korban bullying para senior.
(http://news.okezone.com/read/2015/12/15/65/1267586/daftar-kasus-bullying-yang-dilakukan-siswa)

“.....Semoga melalui pendidikan karakter ini akan terbangun fondasi yang kuat pada diri anak-anak bangsa, sehingga kasus-kasus bullying dan kekerasan lainnya tidak akan terjadi lagi di dunia pendidikan kita. Tidak perlu saling menyalahkan dan intinya semua pihak harus bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman, bersahabat, dan menyenangkan bagi anak. Dengan pendidikan karakter yang kuat, semoga bangsa kita akan terhindar dari ‘malapetaka moral’- sebagaimana yang dilansir oleh sejarawan ternama Arnold Toynbee, ‘Dari dua puluh satu peradaban dunia yang dapat dicatat, sembilan belas hancur bukan karena penaklukan dari luar, melainkan karena pembusukan moral dari dalam alias karena lemahnya karakter. Atau pendapat Thomas Lickona- ahli psikologi perkembangan dan pendidik dari Cortland University AS- yang mengungkapkan sepuluh tanda-tanda zaman yang harus diwaspadai, karena jika tanda-tanda ini terdapat dalam suatu bangsa, berarti bangsa tersebut sedang berada di tebing jurang kehancuran. Tanda-tanda tersebut di antaranya: Pertama, Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja. Kedua, Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk. Ketiga, Pengaruh peergroup yang kuat dalam tindak kekerasan. Keempat, Meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan perilaku seks bebas. Kelima, Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk. Keenam, Menurunnya etos kerja. Ketujuh, Semakin rendahnya rasa hormat pada orangtua dan guru.Kedelapan, Rendahnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara. Kesembilan, Membudayanya ketidakjujuran. Dan kesepuluh, Adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.”
(http://www.kpai.go.id/berita/kpai-kasus-bullying-dan-pendidikan-karakter/)

TEMPO.CO, Depok - Seorang bocah perempuan berusia 7 tahun menjadi korban pelecehan seksual oleh tiga temannya. Korban yang baru masuk kelas I sekolah dasar itu dilecehkan oleh tiga teman mainnya di dekat Lapangan Golf Jagorawi Cimpaen, Tapos, Depok, Rabu, 1 Juli 2015.
 Aminah, tetangga korban, mengatakan korban diperkosa oleh temannya yang baru duduk di bangku kelas III dan V SD. Bahkan satu temannya lagi belum sekolah. "Korban diajak main dan dipaksa melakukan adegan dewasa itu," kata Aminah, Kamis, 30 Juli 2015.
(http://metro.tempo.co/read/news/2015/07/31/064687975/menyedihkan-anak-anak-menjadi-pelaku-pelecehan-seksual-di-depok)

Beberapa kasus di atas merupakan sebuah contoh degradasi perilaku anak yang sekarang sedang dalam tren pemberitaan. Bullying yang dapat disepadankan dengan sikap senioritas, sejak dahulu merupakan contoh kasus yang tidak ada habisnya-habisnya.  Pelecehan seksual bahkan sekarang menjadi sorotan utama media karena ternyata sudah melibatkan anak di bawah umur sebagai pelakunya. Ada banyak kasus-kasus lainnya yang walaupun tidak terlalu heboh tetapi dapat menjadi parameter kemerosotan nilai dan karakter anak.
Kemerosotan nilai yang dialami oleh anak-anak bisa jadi disebabkan oleh kurangnya inklusi nilai-nilai moral yang dilakukan baik oleh orang tua, maupun pendidikan di sekolah. Banyak orang tua berpendapat bahwa sudah merupakan tugas sekolah untuk mendidik anak-anak mereka tentang nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Padahal, belum tentu sekolah mempunyai porsi waktu lebih banyak dibandingkan dengan waktu siswa ketika di rumah.
Untuk menjawab masalah tersebut, maka guru perlu memperkenalkan sebuah pendidikan berbasis nilai yang ada di dalam masyarakat, atau dapat kita sebut sebagai pendidikan karakter.  Lickona dalam Haryanto (2012) menyebutkan bahwa pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti. Dalam pendidikan karakter, guru berperan sebagai mediator untuk menciptakan suasana pembelajaran berbasis nilai sebagai inti dari kegiatan guru-siswa. Guru tidak hanya berperan sebagai fasilitator materi pembelajaran, tapi juga sebagai teladan yang secara langsung menerapkan nilai-nilai dalam perilakunya sehingga siswa mendapatkan contoh yang tepat. Guru juga perlu memberikan banyak contoh kasus tentang nilai-nilai yang seharusnya berlaku dalam sistem masyarakat.

Menurut Dinas Pendidikan Nasional, beberapa nilai yang harus disisipkan dalam pembelajaran (Aar; 2011) adalah:
1.      Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2.      Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3.      Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4.      Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5.      Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
6.      Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7.      Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8.      Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9.      Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10.  Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11.  Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
12.  Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13.  Bersahabat/Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
14.  Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
15.  Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16.  Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17.  Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18.  Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.


Kluckhohn (Brameld, 1957) mendefinisikan nilai sebagai konsepsi (tersirat atau tersurat, yang sifatnya membedakan individu atau ciri-ciri kelompok) dari apa yang diinginkan, yang mempengaruhi pilihan terhadap cara, tujuan antara dan tujuan akhir tindakan. Menurut Brameld, pandangan Kulchohn tersebut memiliki banyak implikasi terhadap pemaknaan nilai-nilai budaya dan sesuatu itu dipandang bernilai apabila dipersepsi sebagai sesuatu yang diinginkan. Makanan, uang, rumah, memiliki nilai karena memiliki persepsi sebagai sesuatu yang baik dan keinginan untuk memperolehnya memiliki mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang. Namun tidak hanya materi yang memiliki nilai, gagasan dan konsep juga dapat menjadi nilai, seperti: kejujuran, kebenaran dan keadilan. Kejujuran misalnya, akan menjadi sebuah nilai bagi seseorang apabila ia memiliki komitmen yang dalam terhadap nilai itu yang tercermin dalam pola pikir, tingkah laku dan sikap.

Dalam tugas ini, saya hanya akan menyebutkan nilai dalam pengertian intrinsik dan ekstrinsik. Nilai  intrinsik, dapat berarti bernilai dalam dirinya sendiri, sedangkan ekstrinsik atau disebut instrumental, dapat berarti bernilai sejauh dikaitkan dengan cara mencapai tujuan.  Menurut pendapat Loiuis O Kattsoff, nilai intrinsik merupakan nilai dari segala sesuatu yang sejak semula sudah bernilai. Nilai ekstrinsik merupakan nilai sesuatu karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai sesuatu. Menurut Darmodiharjo dalam Mahifal (2008), nilai intrinsik adalah nilai yang berdiri sendiri yang mengandung kualitas tertentu, misalnya suatu tindakan dikatakan sebagai tindakan yang bersifat susila, semata-mata adalah karena tindakan tersebut memang baik. Sedangkan nilai ekstriksik adalah nilai yang bergantung pada nilai intrinsik dari akibat-akibatnya.

Seni adalah sebuah disiplin ilmu yang unik karena dapat menyentuh ranah kognitif, afektif sekaligus psikomotor dalam diri peserta didik, dan hal ini tidak dapat kita temui dalam disiplin ilmu-ilmu lain yang diajarkan (Hidayatullah, 2015). Seni musik dapat memegang peranan besar dalam pendidikan untuk menginklusikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Selain estetika, pendidikan seni musik dapat mengarahkan anak pada keterampilan bersosial maupun pembentukan nalar dan konsep. Beberapa karakter nilai yang dapat ditemukan dan dibangun dalam pembelajaran musik antara lain: kooperatif, saling menghargai, saling mendengarkan, disiplin, bertanggungjawab, tepat waktu, saling membantu, dan karakter lainnya yang sudah saya sebutkan di atas berdasarkan cita-cita Diknas. Karakter-karakter tersebut dapat muncul ketika siswa berproses untuk menyelesaikan proyek bermain musik bersama-sama yang juga menjadi salah satu kajian kurikulumnya.

Pembelajaran musik, baik itu dalam konteksnya sebagai nilai intrinsik maupun ekstrinsik harus saling membangun secara sistemik sehingga tercipta iklim pembelajaran yang kondusif. Nilai intrinsik pembelajaran seni sebagai sarana siswa untuk belajar maupun estetika yang sekaligus terkandung di dalamnya dapat dikolaborasikan dengan nilai ekstrinsiknya yaitu karakter-karakter berbudi luhur yang merupakan nilai yang dianut oleh masyarakat. Dengan begitu, diharapkan pembelajaran musik dapat menjadi sarana bagi sistem pendidikan untuk turut ambil bagian dalam perbaikan karakter siswa menjadi lebih baik sehingga berbagai kasus kekerasan dalam dunia anak dapat ditekan.

Referensi:

https://bisikankalbu.files.wordpress.com/2008/11/3-pancasila-sebagai-falsafah-hidup-bangsa-indonesia.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar