Jumat, 01 Januari 2016

Compte Ada Dalam Hidupku

Compte Ada Dalam Hidupku

Pendahuluan
Comte menunjuk pada rasionalisme Descartes dan pada ilmu pengetahuan alam Galileo Galilei, Isaac Newton, dan Francis Bacon. Dua ilmu pengetahuan alam inilah yang menjadi model ilmu pengetahuan positif. Kalau ditelusuri, bangunan dari ilmu pengetahuan positif memiliki 3 asumsi dasar.
Asumsi pertama, ilmu pengetahuan harus bersifat objektif. Objektivitas berlangsuk pada kedua pihak, yaitu subjek dan objek ilmu pengetahuan. Pada pihak subjek, seorang ilmuwan tidak boleh membiarkan dirinya terpengaruh oleh sentimen pribadi, penilaian etis, kepercayaan agama, kepentingan kelompok, filsafat, atau apapun yang mempengaruhi objektivitas dari objek yang sedang diobservasi. Pada pihak objek, aspek dan dimensi lain yang tidak bisa diukur dalam observasi, misalnya roh atau jiwa, tidak dapat ditoleransi keberadaannya.
Asumsi Kedua, ilmu pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang terjadi berulang kali, bukan berurusan dengan hal-hal yang unik dan terjadi satu kali karena hal tersebut tidak akan membantu untuk meramalkan sesuatu yang akan terjadi. Compte menjelaskan hubungan antara penjelasan ilmiah dan prediksi:
"Karena penjelasan ilmiah merupakan sisi depan prediksi, penjelasan ilmiah itu meletakkan dasar bagi pengendalian instrumental atas fenomena dengan cara memberikan jenis informasi yang akan memungkinkan orang memanipulasi variabel-variabel tertentu untuk menciptakan suatu keadaan atau mencegah terciptanya keadaan itu."
Asumsi Ketiga, ilmu pengetahuan menyoroti setiap kejadian alam dari antarhubungannya dengan kejadian alam yang lain. Mereka diandaikan saling berhubungan dan membentuk suatu sistem yang bersifat mekanis. Oleh sebab itu, perhatian ilmuwan tidak diletakkan pada hakikat atau esensi, melainkan pada relasi-relasi luar, khususnya relasi sebab akibat, antara benda-benda atau kejadian-kejadian alam.
Compte mempunyai keyakinan epistemologis dan/atau metodologis yang sangat kuat. Penolakan Compte atas cara berpikir teologis dan metafisis, serta usahanya merumuskan suatu ilmu akhirnya membawa dirinya pada ilmu pasti. Studinya pada ilmu ini mendorongnya pada kesimpulan bahwa ilmu pasti mempunyai tingkat kebenaran yang sangat tinggi, bebas dari penilaian subjektif, dan berlaku universal. Oleh sebab itu, suatu penjelasan tentang fenomena tanpa disertai perhitungan ilmu pasti adalah nonsense belaka. Tanpa ilmu pasti (matematika dan/atau statistika), ilmu pengetahuan akan kembali menjadi metafisika.
Adapun pengaruh positivisme Compte, dalam bidang pembangunan dan industrialisasi, misalnya, jika ilmu pengetahuan adalah satu-satunya motor penggerak kemajuan, dan industrialisasi adalah wujud nyata dari kemajuan, maka bangunan-bangunan fisik material pada akhirnya merupakan tolok ukur dari keberhasilan pembangunan. Sedangkan pembangunan mental spiritual diandaikan dengan sendirinya mengikuti pembangunan fisik material.
Dalam fenomena Compte, ada kepercayaaan bahwa kehidupan hanya untuk senang-senang semata (hedonism), mencari keuntungan sebanyak-banyaknya (kapitalisme), memandang sesuatu hanya dari manfaat (utilitarian), manusia ingin serba instan/cepat (pragmatisme), segala sesuatu diukur dengan benda (materialisme) dan manusia ingin bebas sebebas-bebasnya (liberalism).

Efek Compte dalam Hidup
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, positivisme memberikan pengaruh yang signifikan kepada pola hidup seseorang. Apabila dilihat dari sudut pandang spiritualitas, maka masyarakat lebih memilih untuk menjadi budak hedonisme dalam artian mencari kesenangan secara berlebihan sehingga memarjinalkan spiritualitas kita. Dalam banyak contoh, orang suka lupa atau sengaja lupa pentingnya beribadah, apalagi kalau sudah dalam acara yang bersifat pesta dan lain-lain.
Sebuah karya seni, contohnya saja musik sudah bukan merupakan hasil cipta rasa dan karsa para seniman secara murni dan utuh. Pasar lebih membutuhkan produk yang laku keras dibandingkan dengan karya original dan berkualitas.
Pola perilaku masyarakat cenderung mengarah kepada utilitarianisme, dibuktikan dengan proses sosial dengan label “ada apanya” dibanding dengan “apa adanya”. Kebutuhan antar sesama menjadi kebutuhan prioritas daripada hubungan murni karena kemanusiaan dan kebutuhan untuk bersosialisasi.
Apabila kita datang ke swalayan, baik itu super maupun minimarket, ada banyak sekali produk-produk yang bertujuan untuk mendukung pola perilaku instan masyarakat. Mi instan, sarden instan, produk kecantikan instan, alat rumah tangga instan dan lain-lain. Masyarakat lebih senang berperilaku secara pragmatis, sehingga cenderung memiliki pola hidup yang tidak sehat.
Materialisme menjadikan masyarakat berlaku secara egois. Apa yang menjadi tujuan hidup hanyalah materi semata, bukan lagi esensi dari materi tersebut. Banyak keluarga terbengkalai karena kecenderungan materialistis. Banyak “quality time” terbuang karena kebutuhan materi yang lebih diutamakan, bukan kebahagian. Materi dikejar untuk memenuhi kebahagiaan semu saja.

Anak muda jaman sekarang begitu mendewakan liberalisme. Kebebasan menjadi salah satu prinsip utama mereka. Alhasil, banyaknya kompetesi tidak sehat, kumpul kebo maupun kegiatan pub menjadi momok utama bagi orang tua.

Referensi:
https://prezi.com/ls1o2trf_cqq/
www.academia.edu/4856649/FILSAFAT_MANUSIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar