Compte Ada Dalam Hidupku
Pendahuluan
Comte menunjuk pada
rasionalisme Descartes dan pada ilmu pengetahuan alam Galileo Galilei, Isaac
Newton, dan Francis Bacon. Dua ilmu pengetahuan alam inilah yang menjadi model
ilmu pengetahuan positif. Kalau ditelusuri, bangunan dari ilmu pengetahuan
positif memiliki 3 asumsi dasar.
Asumsi pertama, ilmu
pengetahuan harus bersifat objektif. Objektivitas berlangsuk pada kedua pihak,
yaitu subjek dan objek ilmu pengetahuan. Pada pihak subjek, seorang ilmuwan
tidak boleh membiarkan dirinya terpengaruh oleh sentimen pribadi, penilaian
etis, kepercayaan agama, kepentingan kelompok, filsafat, atau apapun yang
mempengaruhi objektivitas dari objek yang sedang diobservasi. Pada pihak objek,
aspek dan dimensi lain yang tidak bisa diukur dalam observasi, misalnya roh
atau jiwa, tidak dapat ditoleransi keberadaannya.
Asumsi Kedua, ilmu
pengetahuan hanya berurusan dengan hal-hal yang terjadi berulang kali, bukan
berurusan dengan hal-hal yang unik dan terjadi satu kali karena hal tersebut
tidak akan membantu untuk meramalkan sesuatu yang akan terjadi. Compte
menjelaskan hubungan antara penjelasan ilmiah dan prediksi:
"Karena penjelasan
ilmiah merupakan sisi depan prediksi, penjelasan ilmiah itu meletakkan dasar
bagi pengendalian instrumental atas fenomena dengan cara memberikan jenis
informasi yang akan memungkinkan orang memanipulasi variabel-variabel tertentu
untuk menciptakan suatu keadaan atau mencegah terciptanya keadaan itu."
Asumsi Ketiga, ilmu
pengetahuan menyoroti setiap kejadian alam dari antarhubungannya dengan
kejadian alam yang lain. Mereka diandaikan saling berhubungan dan membentuk
suatu sistem yang bersifat mekanis. Oleh sebab itu, perhatian ilmuwan tidak
diletakkan pada hakikat atau esensi, melainkan pada relasi-relasi luar,
khususnya relasi sebab akibat, antara benda-benda atau kejadian-kejadian alam.
Compte mempunyai
keyakinan epistemologis dan/atau metodologis yang sangat kuat. Penolakan Compte
atas cara berpikir teologis dan metafisis, serta usahanya merumuskan suatu ilmu
akhirnya membawa dirinya pada ilmu pasti. Studinya pada ilmu ini mendorongnya
pada kesimpulan bahwa ilmu pasti mempunyai tingkat kebenaran yang sangat
tinggi, bebas dari penilaian subjektif, dan berlaku universal. Oleh sebab itu,
suatu penjelasan tentang fenomena tanpa disertai perhitungan ilmu pasti adalah
nonsense belaka. Tanpa ilmu pasti (matematika dan/atau statistika), ilmu
pengetahuan akan kembali menjadi metafisika.
Adapun pengaruh
positivisme Compte, dalam bidang pembangunan dan industrialisasi, misalnya,
jika ilmu pengetahuan adalah satu-satunya motor penggerak kemajuan, dan
industrialisasi adalah wujud nyata dari kemajuan, maka bangunan-bangunan fisik
material pada akhirnya merupakan tolok ukur dari keberhasilan pembangunan.
Sedangkan pembangunan mental spiritual diandaikan dengan sendirinya mengikuti
pembangunan fisik material.
Dalam fenomena Compte, ada kepercayaaan bahwa kehidupan
hanya untuk senang-senang semata (hedonism), mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya (kapitalisme), memandang sesuatu hanya dari manfaat
(utilitarian), manusia ingin serba instan/cepat (pragmatisme), segala sesuatu
diukur dengan benda (materialisme) dan manusia ingin bebas sebebas-bebasnya (liberalism).
Efek Compte dalam Hidup
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, positivisme
memberikan pengaruh yang signifikan kepada pola hidup seseorang. Apabila
dilihat dari sudut pandang spiritualitas, maka masyarakat lebih memilih untuk menjadi
budak hedonisme dalam artian mencari kesenangan secara berlebihan sehingga
memarjinalkan spiritualitas kita. Dalam banyak contoh, orang suka lupa atau
sengaja lupa pentingnya beribadah, apalagi kalau sudah dalam acara yang
bersifat pesta dan lain-lain.
Sebuah karya seni, contohnya saja musik sudah bukan
merupakan hasil cipta rasa dan karsa para seniman secara murni dan utuh. Pasar
lebih membutuhkan produk yang laku keras dibandingkan dengan karya original dan
berkualitas.
Pola perilaku masyarakat cenderung mengarah kepada
utilitarianisme, dibuktikan dengan proses sosial dengan label “ada apanya”
dibanding dengan “apa adanya”. Kebutuhan antar sesama menjadi kebutuhan
prioritas daripada hubungan murni karena kemanusiaan dan kebutuhan untuk
bersosialisasi.
Apabila kita datang ke swalayan, baik itu super maupun
minimarket, ada banyak sekali produk-produk yang bertujuan untuk mendukung pola
perilaku instan masyarakat. Mi instan, sarden instan, produk kecantikan instan,
alat rumah tangga instan dan lain-lain. Masyarakat lebih senang berperilaku
secara pragmatis, sehingga cenderung memiliki pola hidup yang tidak sehat.
Materialisme menjadikan masyarakat berlaku secara egois. Apa
yang menjadi tujuan hidup hanyalah materi semata, bukan lagi esensi dari materi
tersebut. Banyak keluarga terbengkalai karena kecenderungan materialistis.
Banyak “quality time” terbuang karena kebutuhan materi yang lebih diutamakan,
bukan kebahagian. Materi dikejar untuk memenuhi kebahagiaan semu saja.
Anak muda jaman sekarang begitu mendewakan liberalisme.
Kebebasan menjadi salah satu prinsip utama mereka. Alhasil, banyaknya kompetesi
tidak sehat, kumpul kebo maupun kegiatan pub menjadi momok utama bagi orang tua.
Referensi:
https://prezi.com/ls1o2trf_cqq/
www.academia.edu/4856649/FILSAFAT_MANUSIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar