Lampaunya Sekarang,
Sekarangnya Tadi
Waktu itu terus berjalan tanpa henti. Didampingi oleh
perpindahan ruang, waktu akan terus berjalan secara linear. Itulah mengapa
waktu itu berdimensi. Dimensi tadi berbeda dengan dimensi sekarang. Dimensi
sekarang ini akan berbeda pula dengan dimensi yang akan datang. Apa yang sudah
ada akan bermetamorfosa menjadi yang mungkin ada. Itulah mengapa kita bisa
menyebut: “Lampaunya Sekarang”, “Sekarangnya Tadi”, “Nantinya Sekarang”,
ataupun “ Sekarangnya Nanti”.
Hal tersebut dapat saya uraikan dalam sebuah cerita.
Terkisah ada seorang
nenek yang tinggal di dalam sebuah rimba. Tetapi rimba tersebut tidak terkesan
gelap atau bahkan angker. Rimba tersebut terkenal sebagai sebuah tempat dimana
rasa sejuk selalu tersedia, air mengalir tak kenal henti, kicau burung tak
pernah putus bernyanyi, dan -satu hal yang terpenting- tawa riang anak-anak tak
pernah berhenti berderai.
Ya! Sang nenek hidup
bersama anak-anak yang sudah dia anggap sebagai cucunya sendiri. Anak-anak yang
tidak pernah merasakan belas kasih orang tua mereka, tetapi selalu polos
menghadapi pahit-getir kehidupannya. Anak-anak yang menimbulkan rasa prihatin
di hati Sang nenek, ketika dia melintas di antara embun pagi dan rindang
pepohonan tepi rimba. Sudah beberapa kali Sang nenek lewat selepas kegiatan setiap
harinya mengumpulkan sayur dari kebun untuk dimasak.
Sudah ada 2 anak yang mengisi pondok mungilnya di dalam
rimba. 1orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Semuanya tumbuh menjadi
anak-anak yang sehat dan aktif, termasuk pula aktif bertanya. Suatu ketika, Si
Bungsu mendatangi Si Sulung dalam rutinitasnya mengumpulkan kayu bakar.
“Kakak, aku ingin
bertanya.”
“Bicaralah,
Adik..kakak akan mendengarkan.”
“Kakak, aku ingin bertanya..”
“Bicaralah, Adik.
Kakak akan mendengarkan.”
“Kakak, aku ingin
bertanya..”
Perkataan adiknya yang
terakhir membuat Si Sulung berhenti dari aktivitasnya sejenak, lalu menatap Si
Bungsu.
“Adik, mengapa engkau
bicara hal yang sama?” tanya Si Sulung. “Baiklah.. Kakak tidak hanya akan
mendengarkan, tapi juga akan berusaha menjawab pertanyaanmu.”
Si Bungsu
memperhatikan raut wajah Si Sulung yang kelelahan,tetapi tidak lepas dari
senyuman. Balas tersenyum, Si Bungsu kemudian menjawab: “Tak apalah, Kak. Aku
sekarang tidak ingin bertanya.”
“Oi, apakah kau marah
padak, Adik?” Si Sulung agak kebingungan demi mendengarkan pernyataan Si
Bungsu.
“Tidak, Kakak.
Pertanyaanku hanya berlaku untuk waktu lampau saja. Sekarang aku sudah tidak
penasaran lagi. Tadi aku ingin tahu, apakah kakak akan marah jika aku
terus-terusan bertanya. Tetapi sekarang aku sudah tahu jawabannya. Kakak tidak
marah. Kakak tersenyum.”
*****
“Hidup memang sangat
erat pertaliannya dengan waktu, Cucuku. Lima menit lalu tidak akan sama dengan
saat ini. Waktu memiliki struktur sekarang, depan dan belakang, now, past and
future. Oleh sebab itu, kalian harus bijak memanfaatkan waktu. Tidak akan
kembali waktu lalu untuk dihadirkan saat ini. Pergerakan waktu itu mutlak,
semutlak kehendak Penciptanya. Apa yang tadi Adikmu ingin tanyakan memang belum
dia ketahui untuk saat itu. Tetapi setelah dia melihat wajahmu, sontak dia tahu
jawabannya tanpa perlu kau menjelaskan. Rasa ingin tahu Adikmu itu berada pada
masa lalu ketika dia belum mempunyai jawaban. Tetapi ketika kau tersenyum, itu
saat ini bagi Adikmu. Dan ketika kau datang kepada Nenek, Cucuku, seluruh
kejadian tadi sudah menjadi masa lalu bagi keadaan kita saat ini.”
“Kalau begitu Nek,
saat dimana aku merasa bingung akan pertanyaan Si Bungsu, apakah dapat aku
katakan sebagai sekarangnya tadi? ”
“Itulah pengalamanmu,
Cucuku.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar